Langsung ke konten utama

Marjinalisasi Orang Asli Papua Diatas Negerinya Sendiri

Sesuai dengan judul di atas maka saya akan menyampaikan betapa pentingnya menjaga dan melindungi, serta menyelamatkan Papua yang kita cintai bersama. Papua merupakan suatu wilayah yang saat ini berada di bawah kekuasaan pemerintahan republic Indonesia sejak integrasi tahun 1969 melalui Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Pepera sendiri di anggap illegal oleh orang Papua akibat sebuah masalah proses Politik. Sejak tahun 1969 mulai dari situ orang Papua selalu hidup dalam tekanan masalah yang berkepanjangan dan terus berlanjut sampai saat ini. Sebut saja masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang tak kunjung pernah diselesaikan oleh negara, Status Politik Papua yang terus menjadi perdebatan antara pemerintah pusat Jakarta dan Rakyat Papua, serta ruang Demokrasi yang di bungkam sehingga Orang Papua tidak dapat leluasa bersuara di tempat mereka sendiri, dan masih banyak masalah-masalah lainnya lagi yang terjadi di Papua.

Jika di lihat dari latar belakang sejarah asli Papua, maka orang Papua memliki sejarahnya sendiri, berbeda dari wilayah-wilayah lainnya yang ada di Indonesia. Sangat perlu untuk kita ketahui dan mempelajari sejarah asli Papua (Orang Papua) sehingga kita dapat mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan bagaimana menatap masa depan Papua yang lebih baik, agar sedikit demi sedikit dapat terlepas dari masalah-masalah yang masih terjadi sampai saat ini. Penulis tidak dapat menulis sejarah dan masalah Papua secara keseluruhan, namun penulis berharap, setiap kita yang mencintai Papua dapat menggali informasi, mencari informasi dan membaca kebenaran sejarah asli orang Papua yang niscaya dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita, serta kita dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di bumi Papua. Harapan kedepan juga kita dapat menyiapkan formula-formula baru untuk proses penyelesaian masalah, melakukan kajian ilmiah yang lebih kompleks dan detail agar ada solusi terbaik yang dapat kita gunakan untuk mengatasi problem-problem tersebut.

Orang Asli Papua Termarjinalkan Di Daerahnya

Jika benar Papua adalah daerah Otonomi Khusus sesuai dengan undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otsus itu sendiri, maka sudah seharusnya persoalan Marjinalisasi OAP ini dapat diatasi. Terlepas dari Otsus sebagai produk politik Jakarta dengan tujuan untuk membendung Papua agar jangan sampai Merdeka dan berpisah dari Indonesia, maka lahirlah Otsus dari sebuah perundingan yang panjang antara Jakarta dan Papua. Jika kita pelajari maka undang-undang Otonomi Khusus Papua memberikan Wewenang, Kuasa kepada Orang Asli Papua agar dapat mengatur daerahnya sendiri tanpa campur tangan orang luar, atau-pun pemerintah pusat (Jakarta). Rakyat Papua sendiri baik juga rakyat Indonesia lainnya perlu menyadari bahwa Otsus bukan tentang uang saja yang datang dan pergi begitu, namun ini adalah masalah hak diatas tempat sendiri, melindungi tempat sendiri dan mejalankan Peraturan dan Wewenang yang telah disepakti. Otsus tidak boleh ditawar tambah dan diganggu gugat oleh siapapun, kecuali pemerintah Papua (Rakyat Asli Papua) sendiri yang berhak mengaturnya, sebab hal tersebut adalah tanggungjawab orang Papua atas dirinya sendiri sesuai dengan isi daripada undang-undang Otononomi Khusus itu.

Hari ini yang sedang terjadi di Papua adalah Marjinalisasi Orang Asli Papua diatas negerinya sendiri, Etnis Papua Ras Melanesia semakin hari berkurang di tempat mereka, bukan disebabkan karena perpindahan penduduk Papua ke tempat lain, melainkan mereka semakin terpinggirkan dan lama-kelamahan hampir habis di daerah asal mereka akibat kematian yang disebabkan oleh pelangaran HAM, sakit, dan  juga dipengaruhi oleh aspek-aspek lainnya yaitu : politik, social, ekonomi, budaya dan masih banyak lagi. Salah satu program pemerintah pusat di Jakarta sejak era kepemimpinan presiden repulik Indonesia ke dua Soeharto adalah melakukan perpindahan penduduk dari daerah lain supaya masuk ke bumi Cendrawasih (Transmigrasi). Program tersebut masih terus berlanjut sampai saat ini di era kepemimpinan presiden Jokowi juga. Pembangunan infrastruktur di Papua sepenuhnya tidak dirasakan oleh masyarakat asli Papua, namun sarana fasilitas itu lebih dirasakan oleh pendatang yang masuk ke Papua. Pendidikan di Papua saat ini masih minim dirasakan oleh Orang Asli Papua, akibatnya SDM orang Papua masih lemah, seharusnya hal ini perlu untuk lebih serius diperhtikan lagi oleh pemerintah.

Saat ini jumlah penduduk di Papua adalah 4.392.024 (Papua 3.322.526 jiwa dan Papua Barat 1.069.498 jiwa). Jayapura, Jubi – Tahun lalu 2020 gubernur Papua, Lukas Enembe menyebutkan jumlah Orang Asli Papua (OAP) berjumlah 2,3 juta jiwa. Data tersebut di dapat dari program pendataan yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Papua. Fakta di lapangan sangat berbeda, kabupaten-kabupaten yang ada di dua Provinsi Papua dan Papua Barat semakin hari semakin banyak di isi oleh para pendatang yang masuk ke Papua, tempat-tempat baru telah dibuka dan di isi oleh mereka, yang jadi masalahnya adalah apakah pemerintah Papua sendiri yang tidak tegas mengatasi hal ini, atau mereka sendiri (Para Pendatang) dengan sendirinya masuk ke Papua, atau apakah Orang Asli Papua sendiri yang tidak tegas dalam melihat hal ini. Mereka pendatang dari luar masuk dan mengisi tempat-tempat kosong yang ada di Papua, mereka mencari nafkah, makan, membuka usaha dan berjualan di Papua. Kita semua harus sadar bahwa Papua adalah Tanah Adat dan Budaya Orang Asli Papua tidak sama seperti mereka yang datang dari luar, pengaruh pendatang dari luar yang masuk ke Papua mengakibatkan semakin lama timbul masalah baru yang kompleks bagi orang Papua. Masalah ekonomi mulai muncul bagi OAP, budaya OAP juga semakin lama semakin terkikis, kehidupan social penduduk asli Papua juga telah dipengaruhi oleh pendatang, akibatnya lama-kelamahan orang asli Papua semakin tersisih di daerahnya sendiri.

Dalam konteks permasalahan ini, dibutuhkan kesadaran diri sendiri dari rakyat Papua dan terutama juga harus ada ketegasan yang perlu diambil oleh pemerintah Papua setempat, sehingga hal-hal tersebut tidak merugikan rakyat Papua. Harapan kedepannya, perlu untuk dilakukan upaya-upaya tindakan tegas yang hadir untuk melindungi hak-hak Asli Orang Papua dari segala macam ancaman yang datang dari luar maupun dari dalam yang akan merusak hak dan martabat penduduk asli Papua.

Bersambung.


Penulis : Cameroon Choky

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profil Cameroon Choky : Pengalaman Dan Belajar Menjadi Seorang Pemimpin Di Organisasi

(Foto : Cameroon Choky di Kantor Gubernur Provinsi Bengkulu, 2018) Perkenalkan nama lengkap saya adalah Farnaongan Hasibuan, saya lahir di Sorong Papua tanggal 13 juli tahun 1997, saya tumbuh dan besar di Nabire Papua, saya biasa di panggil dari kecil dengan sebutan nama Ucok dari orang tua saya dan keluarga lainnya, tapi setelah saya semakin besar dan dewasa orang-orang seperti teman saya dan lain sebagainya biasa memanggil saya dengan sebutan nama Choky, dan tentunya saya lebih suka dengan nama panggilan ini, lalu saya sendiri memutuskan mencari nama tambahan di bagian depan sebelum Choky, biar lebih lengkap, keren dan cocok buat saya, nama itu adalah : Cameroon, tentunya nama ini sangat cocok dengan pribadi saya, jadi siapa saja bisa memanggil saya dengan nama ini Cameroon Choky atau Choky saja ketika nanti bertemu langsung dengan saya. Saya adalah anak paling bungsu dari kedua orang tua saya, saya anak peranakan atau biasa disebut dengan blasteran atau campuran, bapa saya berasal

Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA) Bengkulu dan PMKRI Cabang Bengkulu sama-sama bergerak melakukan Aksi Sosial melawan bahaya penyebaran COVID-19 kususnya di kota Bengkulu

Foto Kegiatan di Pasar Panorama. Atas inisiatif dari kedua organisasi kemahasiswaan yakni Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA) Bengkulu dan (PMKRI) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Cabang Bengkulu, maka kedua organisasi tersebut sesuai hasil pertemuan dan diskusi yang telah disepakti bersama-sama sebelumnya memilki rencana atau plan bahwa Mahasiswa sebagai agen perubahan harus mampu meyuarakan aspirasi rakyat serta juga memberikan contoh kepada masyarakat tapi juga mampu memberikan masukan, saran dan solusi kepada pemerintah terkait dengan masalah pandemi Virus Corana yang sekarang sedang terjadi dan dialami oleh seluruh umat manusia diseluruh belahan dunia. Berdasarkan hasil kesepakatan bersama dari masing-masing organisasi PMKRI Cab. Bengkulu dan (IMAPA) Bengkulu, maka rencana target utama yang akan dijalankan kedua organisasi tersebut adalah : pasar lokal yang ada di kota Bengkulu, yaitu pasar Kaget, Pasar Minggu, dan Pasar Panorama guna melakukan aksi

OTONOMI KHUSUS PAPUA DAN MASALAH DI PAPUA

Pandangan Umum Terlepas dari semua wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah maupun pemerintah pusat terkait Otsus atau Otonomi Khusus Papua, kita semua warga negara Indonesia harus mengakui bahwa undang-undang Otonomi Khusus (OTSUS) Papua nomor 21 tahun 2001 adalah prodak politik atau sebagai Win-Win Solution yang diberikan negara Indonesia kepada rakyat Papua agar wilayah Papua tidak bisa lepas atau memisahkan diri dari bingkai (NKRI) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut diberikan agar Papua tidak bisa untuk Merdeka dan mendirikan suatu Negara yang Berdaulat sama seperti negara-negara lain yang ada di dunia. Sejak tahun 1962-1963 setelah adanya perjanjian New York Agreement yang telah disepakati bersama-sama oleh Amerika Serikat sebagai pihak penegah yang mengurus wilayah Papua, pemerintah Belanda sendiri yang menduduki wilayah Papua sebagai wilayah dekolononinya, dan Indonesia sendiri yang akan mengambil alih wilayah Papua sebagai daerah pemerintahannya. Setelah In